Hari sabtu, 31 Juli 2010.
Seren TaunHari ini untuk yang kedua kalinya saya mau menghadiri Serentaun di Ciptagelar, setelah yang pertama 2 tahun yang lalu.
“Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan tiap tahun. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda, seperti Desa Kenekes Baduy, Desa Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Kampung Naga, dan Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara.”
Waktu itu saya berdua bersepeda motor, mengambil jalur Bogor - Leuwiliang - Kebun teh Nirmala - Cipetey - Gn Halimun - Ciptagelar.
Semula perjalanan lancar, sampai di Cipetey jam 4 sore, dilanjut masuk areal hutan lindung gunung Halimun. Jalan basah dan berlumpur didalam hutan merupakan tantangan utama. Dan tepat jam 8 malam akhirnya kita menyerah, karena perjalanan kurang 10 kilo lagi, tapi tenaga kita sudah habis terkuras.
Setelah berdiskusi berdua, kita putuskan untuk meninggalkan motor di tengah hutan, dan kita kembali ke perkampungan dengan jalan kaki dan hanya berbekal penerangan dari handphone.
Setelah 1 jam berjalan akhirnya sampai diperkampungan, dan dengan bantuan penduduk setempat, motor berhasil dievakuasi. Akhirnya malam itu juga kita putuskan untuk balik pulang, ikutan seren t aun gagal!
Tahun ini, bebekal pengalaman lalu, kita ganti jalur, melalui Bogor - Sukabumi - Pelabuhan Ratu - Cikakak - Sirnarasa - Ciptagelar. Sari tempat tinggal saya, Bekasi, ke pelabuhan ratu kita tempuh dalam waktu 5 jam. Jam 6 sore, setelah istirahat sejenak, kita lanjut ke Ciptagelar, walaupun disertai hujan rintik-rintik.
Walaupun begitu, di sela-sela kabut masih terlihat keindahan alam yang luar biasa, kombinasi sempurna antara perbukitan dan hijaunya pepohonan. Sekitar jam 7 malam, sampailah saya di desa Sirnarasa, cikakak yang berjarak kurang lebih 30 km dari Palabuhanratu, ibukota Kabupaten Sukabumi, desa ini berada pada ketinggian antara 700–1.000 m dpl.
Dan disini saya mengalami sedikit kecelakaan (walaupun sebenarnya bisa sangat fatal), dimana saya terpeleset saat melewati jembatan yang sedang diperbaiki, dan hanya di pasang 2 lembar papan kayu. Dan beruntung saya, badan saya terdangkut di pinggiran papan, sehingga posisi saya menggantung dengan motor menimpa tubuh saya, dan 3 meter dibawah saya, jelas sekali saya dengar suara aliran air sungai berbatu. Dengan bantuan penduduk setempat saya berhasil di angkat bersama sepeda motor saya, dengan hanya luka lecet dan lebam.
Dan setelah mengucapkan terimakasih, dan berbasa basi sebentar, saya melanjutkan perjalanan menuju Ciptagelar yang kurang lebih tinggal 10 km lagi. Motor kita geber menaiki jalanan berbatu, yang sangat licin karena terus di guyur hujan. Namun setelah kurang lebih berjalan 2 km, kedua motor kami overheating sehingga kehilangan tenaga. Dengan sisa-sisa tenaga kita coba melanjutkan perjanan, tetapi apa hendak dikata, tenaga motor kami habis, demikian juga tenaga kami. Walaupun dalam guyuran hujan, tubuh saya serasa terbakar.
Dan sekali lagi, dengan berat hati kami memutuskan kembali turun, dengan perasaan dan badan yang remuk redam. Dan untuk kedua kali, kesempatan saya ikut Seren Taun kali ini, gagal!
Kemudian kami memacu motor kami menembus malam, menuruni gunung menuju Pelabuhan Ratu lagi, mencari tempat nongkrong yang nyaman, karena kebetulan hari ini malam minggu. Dan kami berdua menikmati malam di Pelabuhan Ratu dengan segala hingar bingar hiburan malamnya (dikesempatan lain saya akan ceritakan), dan tepat jam 3 subuh meluncur pulang.
Semoga tahun depan bisa sukses ikutan Serentaun!