Bulan Desember 2012 kemarin saya pulang kampung ke Jawa Timur, tepatnya ke kota ka bupaten kecil,yaitu Tulungagung. Tapi kali ini saya tidak naik motor tapi pakai mobil Trooper 4WD yang sudah dimodifikasi untuk turing jarak jauh dengan menghilangkan semua jok belakang dan di ganti dengan double jok yang kalau di buka menjadi tempat tidur cukup untuk 3 orang, dan dibawahnya cukup untuk barang-barang bawaan.Tujuan utama adalah merayakan Natal bersam keluarga besar saya. Tapi yang saya mau ceritakan nanti adalah perjalanan di seputar Pacitan saja, salah satu kota yang saya singgahi pulang dari kota kelahiran saya.
Tanggal 29 Desember saya sudah di Pacitan, setelah dari Magetan, melalui Gorang-gareng, kemudian Ponorogo dan menuju Pacitan. Perjalanan Ponorogo - Pacitan merupakan tantangan tersendiri, jalan berkelok dengan sisi kanan tebing dan sisi kiri jurang, serasa tidak ada habisnya. Apalagi cuaca kurang bersahabat, dengan hujan yang mengguyur semenjak dari Magetan.
Tanggal 30 Desember pagi perjalanan berlanjut, kita singgahi pantai pertama yaitu pantai Teleng Ria. Pantai ini paling dekat dengan pusat kota Pacitan, hanya berjarak 3.5 km saja. Pantai ini adalah pelabuhan para nelayan, sehingga di sini bisa dijumpai pedagang berbagai hasil tangkapan laut siap saji alias sudah di goreng dan yang pasti jajaran perahu-perahu nelayan. Secara umum karena sudah dikelola secara profesional, pantai ini sudah menyediakan fasilitas dari Hotel, Restoran sampai arena bermain anak-anak. Tetapi menurut saya kurang begitu "menyentuh" dari sisi keindahan.
Perjalanan saya lanjutkan ke arah Goa Gong, yaitu salah satu goa yang terkenal dengan keindahan Stalagtit dan Stalagmitnya. Goa ini terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, 30 km dari kota Pacitan. Sampai di depan gerbang, pengunjung harus terlebih dahulu berjalan
sekitar 100 meter. Para penjaja senter yang ada di gerbang maupun mulut
goa akan menawarkan senter mereka agar disewa. Selama perjalanan dapat
dinikmati pemadangan khas pegunungan atau mampir sebentar untuk
berbelanja di warung-warung yang berderet sepanjang jalan menuju goa.
Fasilitas yang tersedia di kawasan Gua Gong antara lain toko suvenir,
rumah makan, tempat parkir, WC umum, dan musholla. Dan ketika memasuki goa saya merasa seperti masuk ke dalam gedung pertunjukan dengan dekorasi yang maha indah. Jajaran Stalagtit dan setalagmit serasa seperti rangkaian lampu dan tirai dalam sebuah panggung pertunjukan. Luar biasa. Setelah cukup menguras keringat (walaupun terdapat kipas yang besar-besar di dalam goa, tapi tetap saja udara serasa sangat panas) akhirnya selesai sudah perjalanan didalam goa Gong.
Begitu menuruni jalan keluar dari kompleks goa Gong terdapat pertigaan, dan saya ambil kiri menuju pantai Klayar menurut petunjuk jalan di sana.
Pantai Klayar merupakan salah satu pantai yang terkenal di Pacitan. Menurut cerita yang saya dengar, pantai yang satu ini memiliki keindahan yang luar biasa, terutama batu karang dan ombak khas pesisir selatan Pulau Jawa. Pantai ini terletak sekitar 45 km dari Kota Pacitan. Sesampainya di Pantai Klayar, dari jalan kita bisa lihat ke arah bawah akan disambut oleh lambaian daun kelapa dan pasir putih yang eksotis. Selain itu, pemandangan yang paling menarik adalah batu-batu karang yang dihempas ombak. Pemandangan tersebut mungkin sulit untuk ditemui di pantai-pantai lainnya.
Ukuran batu-batu di Pantai Klayar cukup bervariatif, dari yang kecil hingga berupa tebing tinggi pun ada di sini. Maka tak heran jika ada sebagian wisatawan yang menjuluki pantai ini sebagai Tanah Lot di Pulau Jawa. Yang tak kalah menarik yang bisa di jumpai di pantai ini adalah adanya fenomena seruling samudera dan air mancur. Fenomena itu muncul karena air laut yang terdorong ke dalam relung batu karang menimbulkan tekanan tinggi sehingga menimbulkan bunyi dan semprotan air yang bisa mencapai ketinggian 10 meter.
Setelah puas menikmati keindahan pantai Klayar, perjalanan saya lanjutkan ke destinasi selanjutnya, pantau Watu Karung. Secara geografis terletak di barat daya kota Pacitan sejauh 18 km melalui jalan utama. Tapi karena saya saya melalui jalur dari pantai klayar, maka jalur yang saya tempuh termasuk ekstrim dengan jalan sempit berkelok naik turun dengan kemiringan yang membuat jantung berdebar. Saya sempat beberapa kali bertanya arah ke penduduk setempat, dan seperti yang sudah saya pelajari dari perjalanan saya ke pelosok-pelosok, kalikan 3 jarak yang di berikan oleh penduduk setempat, jadi kalau penduduk setempat bilang tinggal 4 kilometer lagi, siapkan mental untuk jarak masih 12 kilometer :) itu adalah kearifan lokal.
Dan menjelang sore sampai juga kita di pantai Watu Karung. Begitu terlihat kita disuguhi hamparan pasir putih yang bersih dan deburan ombak khas pantai selatan. Dan juga gundukan bukit-bukit karang seperti menjadi ornament yang melengkapi keindahan pantai ini. Yang menonjol addalah adanya sebuah villa yang di bangun di puncak bukit tepat menghadap laut, yang konon di bangun oleh seorang "bule" dengan membeli bukit. Dari pengamatan saya tidak hanya bukit tersebut, tetapi sepanjang bibir pantai sudah mulai dibangun pagar batu sebagai tanda bahwa kawasan tersebut sudah di privatisasi. Semoga walau sudah diprivatisasi, nantinya kita masih bisa menikmati keindahan pantai Watu Karung.
Pantai terakhir yang saya kunjungi adalah pantau Srau. Pantai ini terletak di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Jaraknya sekitar 25 km ke arah Barat dari pusat kota Pacitan. Ombak di pantai ini cukup ganas dengan disertai pecahan karang yang cukup berbahaya. Terbukti setelah keluar dari main air di situ, kaki terasa perih tanda kulit kita terluka. Tapi saya akui pantai ini cukup bagus untuk dinikmati.
Menjelang maghrib, saya meninggalkan pantai Srau dengan membawa kenangan yang sangat berkesan, mengenai satu goa dan 4 pantai yang luar biasa di pesisir selatan Jawa Timur.
Tanggal 29 Desember saya sudah di Pacitan, setelah dari Magetan, melalui Gorang-gareng, kemudian Ponorogo dan menuju Pacitan. Perjalanan Ponorogo - Pacitan merupakan tantangan tersendiri, jalan berkelok dengan sisi kanan tebing dan sisi kiri jurang, serasa tidak ada habisnya. Apalagi cuaca kurang bersahabat, dengan hujan yang mengguyur semenjak dari Magetan.
Tanggal 30 Desember pagi perjalanan berlanjut, kita singgahi pantai pertama yaitu pantai Teleng Ria. Pantai ini paling dekat dengan pusat kota Pacitan, hanya berjarak 3.5 km saja. Pantai ini adalah pelabuhan para nelayan, sehingga di sini bisa dijumpai pedagang berbagai hasil tangkapan laut siap saji alias sudah di goreng dan yang pasti jajaran perahu-perahu nelayan. Secara umum karena sudah dikelola secara profesional, pantai ini sudah menyediakan fasilitas dari Hotel, Restoran sampai arena bermain anak-anak. Tetapi menurut saya kurang begitu "menyentuh" dari sisi keindahan.
Begitu menuruni jalan keluar dari kompleks goa Gong terdapat pertigaan, dan saya ambil kiri menuju pantai Klayar menurut petunjuk jalan di sana.
Pantai Klayar merupakan salah satu pantai yang terkenal di Pacitan. Menurut cerita yang saya dengar, pantai yang satu ini memiliki keindahan yang luar biasa, terutama batu karang dan ombak khas pesisir selatan Pulau Jawa. Pantai ini terletak sekitar 45 km dari Kota Pacitan. Sesampainya di Pantai Klayar, dari jalan kita bisa lihat ke arah bawah akan disambut oleh lambaian daun kelapa dan pasir putih yang eksotis. Selain itu, pemandangan yang paling menarik adalah batu-batu karang yang dihempas ombak. Pemandangan tersebut mungkin sulit untuk ditemui di pantai-pantai lainnya.
Ukuran batu-batu di Pantai Klayar cukup bervariatif, dari yang kecil hingga berupa tebing tinggi pun ada di sini. Maka tak heran jika ada sebagian wisatawan yang menjuluki pantai ini sebagai Tanah Lot di Pulau Jawa. Yang tak kalah menarik yang bisa di jumpai di pantai ini adalah adanya fenomena seruling samudera dan air mancur. Fenomena itu muncul karena air laut yang terdorong ke dalam relung batu karang menimbulkan tekanan tinggi sehingga menimbulkan bunyi dan semprotan air yang bisa mencapai ketinggian 10 meter.
Setelah puas menikmati keindahan pantai Klayar, perjalanan saya lanjutkan ke destinasi selanjutnya, pantau Watu Karung. Secara geografis terletak di barat daya kota Pacitan sejauh 18 km melalui jalan utama. Tapi karena saya saya melalui jalur dari pantai klayar, maka jalur yang saya tempuh termasuk ekstrim dengan jalan sempit berkelok naik turun dengan kemiringan yang membuat jantung berdebar. Saya sempat beberapa kali bertanya arah ke penduduk setempat, dan seperti yang sudah saya pelajari dari perjalanan saya ke pelosok-pelosok, kalikan 3 jarak yang di berikan oleh penduduk setempat, jadi kalau penduduk setempat bilang tinggal 4 kilometer lagi, siapkan mental untuk jarak masih 12 kilometer :) itu adalah kearifan lokal.
Dan menjelang sore sampai juga kita di pantai Watu Karung. Begitu terlihat kita disuguhi hamparan pasir putih yang bersih dan deburan ombak khas pantai selatan. Dan juga gundukan bukit-bukit karang seperti menjadi ornament yang melengkapi keindahan pantai ini. Yang menonjol addalah adanya sebuah villa yang di bangun di puncak bukit tepat menghadap laut, yang konon di bangun oleh seorang "bule" dengan membeli bukit. Dari pengamatan saya tidak hanya bukit tersebut, tetapi sepanjang bibir pantai sudah mulai dibangun pagar batu sebagai tanda bahwa kawasan tersebut sudah di privatisasi. Semoga walau sudah diprivatisasi, nantinya kita masih bisa menikmati keindahan pantai Watu Karung.
Pantai terakhir yang saya kunjungi adalah pantau Srau. Pantai ini terletak di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Jaraknya sekitar 25 km ke arah Barat dari pusat kota Pacitan. Ombak di pantai ini cukup ganas dengan disertai pecahan karang yang cukup berbahaya. Terbukti setelah keluar dari main air di situ, kaki terasa perih tanda kulit kita terluka. Tapi saya akui pantai ini cukup bagus untuk dinikmati.
Menjelang maghrib, saya meninggalkan pantai Srau dengan membawa kenangan yang sangat berkesan, mengenai satu goa dan 4 pantai yang luar biasa di pesisir selatan Jawa Timur.